Selasa, 13 Maret 2012

Pengaruh Suhu Terhadap Denyut Jantung Daphnia

I.            Judul Percobaan          :        Pengaruh Suhu Terhadap Denyut Jantung Daphnia

II.          Tujuan Percobaan       :       
a.       Mengetahui cara mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia sp.
b.       Mengidentifikasi frekuensi denyut jantung dan pengaruh suhu terhadap denyut jantung Daphnia sp.

III.       Dasar Teori                  :
Termoregulasi merupakan pemeliharaan suhu tubuh didalam suatu kisaran yang membuat sel-sel mampu berfungsi secara efisien. Ada empat proses fisik yang bertanggung jawab atas perolehan panas dan kehilangan paas, yaitu:
1.     Konduksi, merupakan perpindahan langsung gerakan panas antara molekul-molekul lingkungan dengan molekul-molekul permukaan tubuh.
2.     Konveksi, merupakan perpindahan panas melalui pergerakan udara atau cairan melewati permukaan tubuh seperti ketika tiupan angin turut menghilangkan panas dari permukaan tubuh hewan yang berkulit kering.
3.     Radiasi, merupakan pancaran golombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh semua benda yang lebih hangat dari suhu yang absolute nol termasuk tubuh hewan dan matahari, contohnya hewan menyerap panas radiasi dari matahari.
4.     Evaporasi atau enguapan merupakan kehilangan panas dari permukaan cairan yang hilang berupa molekulnya yang berubah menjadi gas evaporasi air dari seekor hewan yang memberi efek pendinginan yang signifikan pada permukaan hewan tersebut. Konveksi dan evaporasi merupakan penyebab kehilangan panas yang paling bervariasi.
 Hewan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok brdasarkan sumber utama panas tubuhnya yaitu Eksotermik dan Endotermik. Eksotermik merupakan hewan yang memperoleh panas tubuh dari lingkungan. Hewan eksotermik meliputi sebagian besar invertebrata, ikan, amphibi, dan reptilia. Sedangkan endotermik adalah hewan yang mendapatkan sebagian panas tubuhnya yang berasal dari metabolisme tubuh nya sendiri. Hewan endotermik mempertahankan suhu lingkungan internal yang hampir konstan meskipun suhu sekelilingnya berfluktuasi. Termoregulasi melibatkan penyesuaian fisiologis dan perilaku. Baik hewan eksotermik maupun endotermik mengatur suhu tubuhnya menggunakan beberapa kombinasi dari empat katagori umum adaptasi :
ü  Penyesuaian laju pertukaran panas antara hewan dan sekelilingnya.
ü  Pendinginan melalui kehilangna panas evaporativ
ü  Respon perilaku
ü  Pengubahan laju produksi panas metabolik
Banyak hewan dapat menyesuaikan diri dengan kisaran baru suhu linhkungna dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu yang merupakan sesuatu respon fisiologis yang disebut aklimatisasi. Perubahan musiman merupaka satu konteks dimana penyesuaian fisiologis terhadap kisaran baru lingkungan menjadi penting. Penyesuaian fisiologis terhadap kisaran suhu baru eksternal terdiri dari banyak tahap. Hal ini bisa melibatkan dalam mekanisme yang mengontrol suatu hewan.
Pengaruh suhu
Suhu merupakan salah satu pembatas penyerapan hewan dan menentukan aktivitas hewan. Banyak hewan yang suhu tubuhnya disesuaikan dengna suhu linhkungan yang disebut dalam kelompok hewan poikilitermik. Poikilotermik berarti suhu berubah (labil) sesuai dengan perubahan suhu lingkungan. Jadi suhu tubuh hewan poikilotermik mengikuti atau bergantung pada suhu lingkungan.
Menghadapi fluktuasi suhu lingkungan hewan poikilotermik melakukan konformitas suhu (termokonformitas), suhu tubuhnya terfluktuasi sesuai dengna suhu lingkunganya. Laju kehilangna panas pada hewan poikilotermik lebih tinggi dari pada laju produksi panas, sehingga suhu tubuhnya ditentukan oleh suhu lingkungan eksternalnya dari pada suhu metabolisme internalnya. Dilihat dari ketergantungan terhadap suhu lingkungan. Hewan poikilotermik disebut juga sebagai hewan ektoterm.
Menghadapi suhu lingkunganya, hewan homeotermik melakukan regulasi suhu (termortegulasi), suhu tubuhnya konstan walaupun suhu lingkungna ya berfluktuasi (sampai pada batas tertentu). Kehilangna panas lebih sedikit dibvandingkan dengna laju produksi panas internalnya, sehingga suhu tubuhnya lebih ditentukan oleh suhu internalnya.
Perubahan suhu memiliki pengaruh besar terhadap berbagai tahap proses fisiologi. Misalnya, pengaruh suhu terhadap konsumsi oksigen. Dalam batas-batas toleransi hewan, kecepatan konsumsi oksigen akan meningkat dengan meningkatnya suhu lingkungan. Pada seekor hewan yang memiliki rentangan suhu toleransi luas, kecepatan konsumsi oksigennya akan meningkat dengan cepat begitu suhu lingkunganya naik. Suatu metode untuk menghitung pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi adalah perkiraan Q10, yaitu peningkatan kecepatan proses yang disebabkan oleh peningkatan suhu 10oC. Q10merupakan perbandingan antara laju reaksi (A) yang terjadi pada suhu (t + 10)oC dan laju reaksi (A) pada suhu t0 oC atau dapat dituliskan dengan rumus :
Q10 = A ( t + 10)oC
            A ( t0)oC
Pada seekor hewan yang memiliki rentangan suhu toleransi luas, kecepatan konsumsi oksigenya akan meningkat dengan cepat begitu suhu lingkungannya naik. Bila pengaruh suhu terhadap kecepatan konsumsi oksigen ini digambarkan grafiknya, akan diperoleh kurva eksponensial.
Suhu mempengaruhi proses fisiologis organisme termasuk frekuensi denyut jantung. Penaikan ataupun penurunan tersebut dapat mencapai dua kali aktivitas normal. Perubahan aktivitas akibat pengaruh suhu. Aktivitas akan naik seiring dengan naiknya suhu sampai pada titik dimana terjadi kerusakan jaringan, kemudian diikuti aktivitas yang menurun dan akhirnya terjadi kematian.
Pada umumnya, hewan poikilotermik akan mati jika dihadapkan pada suhu yang amat rendah, walaupun masih diatas titik beku air untuk hewan akuatik. Sebaliknya hewan akan mati jika dihadapkan pada suhu yang yang tinggi, meskipun masih dibawah suhu yang dapat menyebabkan denaturasi protein. Begitu suhu tubuh hewan poikiloterm turun, maka aktivitas jantung dan pernafasan menjadi lambat dan hewan mungkin hipoksia. Hewan poikiloterm suhu tubuhnya sangat ditentukan oleh keseimbangan konduktif dan konfektif dengan air mediumnya dan suhu tubuhnya mirip dengan suhu air. Hewan memproduksi panas internal secara metabolik. Karena air memiliki konduktifitas dan kapasitas panas yang tinggi. Seekor hewan kecil kehilangan panas lebih cepat, sehingga suhu tubuh tidak berbeda jauh dengan suhu lingkungan.
Daphnia termasuk filum Arthropoda atau hawan beruas-ruas. Mempunyai tubuh yang bersegmen yang terbungkus dalam suatu eksoskeleton (rangka luar) bersegmen yang kuat terdiri terutama atas kitin, suatu polimer dari N-Asetiglukoamin (NAG). Daphnia termasuk subfilum mandibulata yang memiliki mandibula yaitu sepasang bagian mulut yang digunakan untuk makan dan mempunyai antenna. Subfilum ini dibagi dalam empat kelas yaitu Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, dan Insekta. Daphia sendiri termasuk dalam kelas Crustaceae berupa plankton yang memiliki ciri-ciri kaliserata, kepala dan thoraks yang melebur menjadi cephalothoraks. Daphnia bernapas dengan insang.
Hewan ini hidup di air tawar dan mudah ditemukan dikolam. Tubuhnya transparan dan tidak berwarna, apabila air sebagai tempat hidupnya teraerasi dengan baik. Alat gerak utamanya adalah antena yang mengatur gerakan ke atas dan ke bawah. Daphnia selalu ditemukan ditempat hidupnya dengan posisi kepala diatas. Jantung Daphnia merupkan struktur globular anterodorsal badan. Kecepatan denyut jantunya dipengaruhi beberapa faktor antara lain suhu lingkungan. Suhu mempengaruhi proses fisiologis organisme termasuk frekuensi denyut jantung. Penaikan ataupun penurunan tersebut dapat mencapai dua kali aktivitas normal. Perubahan aktivitas akibat pengaruh suhu. Aktivitas akan naik seiring dengan naiknya suhu sampai pada titik dimana terjadi kerusakan jaringan, kemudian diikuti aktivitas yang menurun dan akhirnya terjadi kematian. Pada suhu sekitar 10oC dibawah atau diatas suhu normal suatu jasad hidup dapat mengakibatkan penurunan atau kenaikan aktivitas jasad hidup tersebut kurang lebih dua kali pada suhu normalnya, sedangkan perubahan suhu yang tiba-tiba akan mengakibatkan terjadinya kejutan atau shock biasanya dikaitkan dengan koefisien aktivitas.
Jantung berupa kantong berbentuk pelana terletak di dalam thoraks sebelah dorsal ditengah-tengah. Ini dianggap sebagai suatu peleburan pembuluh sebelah dorsal serupa cacing tanah. Jantung terikat pada dinding-dinding Sinus pericardii dengan perantara sejumlah ligamenta. Tiga pasang lubang yang dilengkapi dengan valva disebut ostia (bentuk tunggal ostium) yang memungkinkan darah masuk kembali dari sinus yang melingkunginya.
Ujung anterior jantung mempercabangkan lima buah arteriae, ialah :
  1. Anteria ophthalmica, terletak disebelah dorsal ditengah-tengah, berjalan kearah anterior disebelah dorsal ventriculus, mengalir darah untuk pars cardiaca ventriculi, esophagus dan kepala.
  2. Dua buah anteriae terletak dikanan kiri anteria opthalmica dengan cabang-cabangnya menuju ke pars cardiaca ventriculi, antennae, alat-alat ekskresi, dan menuju otot-otot dan jaringan-jaringan lain didaerah kepala.
  3. Dua buah arteriae hepaticae, langsung menuju kelenjar-kelenjar pencernaan.
Dari sisi ventral jantung keluar satu arteria yang berjalan ke arah posterior menuju daerah abdomen. Arteria ini dekat pangkalnya mempercabangkan arteria yang kemudian terbagi dua, satu berjalan ke arah anterior menuju ke daerah ventral abdomen dan extremitas pada abdomen.

IV.       Prosedur Kerja            :
a.   Alat dan Bahan

ü  Kultur Daphnia sp
ü  Es batu
ü  Air biasa
ü  Air hangat
ü  Mikroskop
ü  Kaca arloji
ü  Pipettetes

b.   Langkah kerja 
Mempersiapkan Kultur Daphnia sp pada suhu awal (10oC; 15oC; 20oC; 25oC). Meletakkan Daphnia sp pada gelas arloji yang berada pada suhu yang telah ditentukan (diletakkan di atas es batu atau air dengan suhu yang dikehendaki). Kemudian memindahkan seekor Daphnia sp pada gelas arloji dengan menggunakan pipet dan dilihat dibawah mikroskop. Menambahkan air secukupnya agar tidak kekeringan. Jangan menambahkan air terlalu banyak, karena Daphnia sp akan mudah bergerak dan sulit diatur posisinya. Mengatur Daphnia sp dengan posisi tubuh miring hingga jantungnya tampak jelas dan mudah diikuti denyutnya. Setelah tampak denyut jantungnya, jumlah denyut setiap 15 detik (dengan menggunakan jarum penunjuk detik pada arloji). Mengukurnya sebanyak tiga kali pengkuran dan hasilnya dirata-rata. Pada setiap kali pengukuran suhu harus tetap pada suhu yang dikehendaki. Selanjutnya Daphnia sp dipindahkan ke tempat baru (10oC lebih tinggi daripada suhu awal). Mengukur denyut jantung Daphnia sp pada suhu yang baru. Pengukuran dilakukan seperti cara/langkah sebelumnya.
V.          Hasil dan Pembahasan     :
a.       Hasil
Suhu awal
(oC)
Jumlah detak jantung
Rata-rata
Suhu akhir (oC)
Jumlah detak jantung
Rata-rata
Q10
10
25
25
20
31
31
1,24
23
29
27
33
15
37
40
25
45
43
1,08
44
38
40
46
20
50
49
30
52
51
1,04
46
48
51
53
25
52
52
35
61
54
1,04
54
53
49
49


b.       Pembahasan
Jumlah rata-rata denyut jantung Daphnia sp per 15 detik pada suhu awal 10°C, 15°C, 20°C,dan 25°C masing-masing adalah 25, 40, 49, dan 52. Sedangkan jumlah rata-rata denyut jantung Daphnia sp per 15 detik pada suhu akhir (setelah dinaikkan 10°C) 20°C, 25°C, 30°C,dan 35°C masing-masing adalah 31, 43, 51, dan 54. Dari data tersebut dapat diperoleh nilai Q10 untuk masing-masing suhu adalah 1,24; 1,08; 1,04 dan 1,04.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kenaikan suhu berpengaruh pada kenaikan jumlah denyut jantung Daphnia sp. Seperti yang terlihat pada grafik, hubungan antara suhu dengan jumlah denyut jantung Daphnia sp. adalah berbanding lurus. Semakin tinggi suhu kultur Daphnia sp. (suhu awal dan akhir/ setelah dinaikkan 10°C) maka semakin banyak jumlah denyut jantung Daphnia sp. Dari data tersebut juga dapat diketahui bahwa kenaikan suhu 10°C dapat mempercepat frekuensi denyut jantung Daphnia sp.
Permyataan hukum Van’t Hoff
Dari setiap peningkatan suhu sebesar 10°C akan meningkatkan laju konsumsi oksigen atau dalam hal ini adalah denyut jantung sebesar 2 sampai 3 kali kenaikan.
Hasil perhitungan Q10 yang didapat dari data percobaan tidak sesuai dengan pernyataan hukum Van’t Hoff, yaitu tidak ada yang mencapai nilai 2. Hal ini terjadi mungkin dikarenakan oleh beberapa faktor, yaitu terjadi kesalahan penghitungan, terlalu lama mengamati Daphnia sp. di bawah mikroskop sehingga Daphnia sp. terpengaruh suhu dari lampu mikroskop, dan pengulangan penghitungan denyut jantung selama tiga kali dilakukan pada satu Daphnia sp. yang sama.

VI.       Simpulan
Cara mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia sp. adalah mengamati di bawah mikroskop dengan meletakkannya posisi miring. Dengan posisi tersebut maka denyut jantung Daphnia sp. akan terlihat jelas dan mudah diikuti dan dihitung
Denyut jantung Daphnia sp. dipengaruhi oleh suhu lingkungannya. Hubungan antara suhu dengan frekuensi denyut jantung Daphnia sp. adalah berbanding lurus, artinya semakin tinggi suhu maka frekuensi denyut jantungnya juga semakin tinggi. Kenaikan suhu lingkungan juga berpengaruh terhadap Denyut jantung Daphnia sp. Pada percobaan, kenaikan suhu sebesar 10°C dapat menaikkan frekuensi denyut jantung Daphnia sp. hingga 1,24 kali frekuensi denyut jantung pada suhu awal.


DAFTAR PUSTAKA

Fajrullah, Bayu Nur. 2009. Pengaruh Pemberian Pakan Ragi Terhadap Siklus hidup Dapnia magna Dalam Medium Air Sumur, Tanah dan Lumut.  Diakses melalui http://www.biologyuniversityofeducation.blogspot.com/ pada tanggal 29 November 2011

Fitra, alfan. 2009. Pengaruh Suhu Terhadap Denyut Jantung. Diakses melalui http://alfanisti.blogspot.com/2009/06/pengaruh-suhu-terhadap-denyut-jantung.html pada tanggal 29 November 2011

Raharjo, dkk. 2011. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Surabaya : UNIPRESS

Saeful. 2009. Termoregulasi. Diakses melalui http://anwarulah.blogspot.com/ pada tanggal 29 November 2011

Ward, J and Royer, L. 2008. Physiology at a Glance. Second edition. Oxford : England

Tidak ada komentar:

Posting Komentar